Pages

Subscribe:

18 February 2005

Makna Sebuah Pernikahan

Pernikahan selain berfungsi biologis, nikah juga berfungsi sosial. Nikah itu benar-benar merupakan awal hidup baru, situasi baru, pandangan baru, dan orientasi baru. Situasi kehidupannya menjadi terasa lebih mantap, mapan, tidak canggung, dan jelas arah hidupnya, di samping berbagai harapan baru bermunculan, juga berdatangan berbagai kesulitan yang bertubi-tubi, bahkan yang semula tak terlintas sama sekali.Oleh karena itulah Allah menjamin bahwa dengan nikah itu akan timbul ketenangan yang hal ini menjadi kunci segala kesulitan. Tinggal kita sendiri dapat atau tidakkah menggapai hikmah yang besar itu? Dalam hal ini Allah berfirman :

“Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah yaitu Beliau menciptakan untuk kalian pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu tenteram bersamanya, dan dijadikan rasa kasih dan sayang diantara kamu.”

Berdasar itu semua, agama menganjurkan agar pernikahan itu menjadi ibadah hendaknya diniyati mengikuti Sunnah Rasul. Berarti bukan sekedar dorongan biologis dan nafsu birahi.Dengan niat suci tersebut dalam realisasinya dapat dikembangkan menjadi berfungsi syi’ar Islam atau pengembangan sayap kerukunan secara lebih luas dalam masyarakat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi kita sendiri, atau berfungsi sebagai pengikat keakraban yang lebih intim, sebagaimana yang dilakukan oleh Iskandar Dzulqarnain atau Alexander Maqduni. Setelah berhasil dengan penaklukan besarnya di negeri-negeri Asia, beliau mengawini puteri Raja Darius.Pernikahan yang dilakukan atas dasar dorongan biologis, sesungguhnya kurang bermakna, karena tidak akan pernah membawa kepuasan dan dengan demikian ketenangan tidak pernah kunjung tiba, yang ada hanya kurang puas, ingin yang lain, ingin coba ini dan itu.

Dikala Siti Fatimah, puteri Nabi akan dimadu oleh suaminya Ali bin Abi Thalib, maka dengan serta merta Nabi menyatakan : “Kalau anakku Fatimah engkau madu, lebih baik ceraikan saja.” Mungkin sekali Nabi melihat bahwa kehendak Ali ini terdorong oleh nafsu birahi, ini bukan karena bermadu itu terlarang dalam Islam, tetapi perlu dilihat lebih dahulu latar belakang apa sebabnya sehingga perbuatan ini terpaksa dilakukan.

perkawinan ini seperti halnya lotre, kadang beruntung kadang gagal, namun kegagalan itu bisa diatasi ataupun keberuntungan itu dapat lebih berarti ketika pasangan suami istri dapat saling memahami, saling pengertian dan menyayangi, maka segala kepelikan dalam berumah tangga akan terpecahkan.

Dalam menatap kehidupan, pada umumnya lelaki lebih memerankan pikiran, sedang wanita lebih memerankan perasaan atau emosi, karena itu seorang lelaki biasanya mudah mengabaikan hal-hal yang kelihatan kecil dan orang wanita mudah marah dan iri hati terhadap tetangga, dalam hal ini seorang suami harus bisa membuat suasana dalam rumah tangga itu sejuk, tidak penuh dengan ketegangan. Dalam kitab Ihya' Ulum Ad-dien dikatakan bahwa: "Hendaklah suami suka mengajak kelakar dan bergurau dalam rangka meringankan tanggungan beban moral rumah tangga, karena gurauan dan rayuan itulah yang mampu menghibur hati wanita." Untuk lebih memesrakan pergaulan, maka bermanja-manja itu diperkenankan dalam Islam, asal saja secara terbatas dan hanya hubungan suami istri. Nabi bersabda :“Pilihlah yang masih gadis, engkau dapat mempermainkannya dan dia juga dapat mempermainkanmu” HR. Bukhori-Muslim. Wah…!! hadits ini hadits mana tahaaan!! Ternyata hadits ini dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kaitannya dengan kebolehan bermanja-manja tersebut. Kalau kita cermati lebih jauh, maka diketahui bahwa sikap manja itu diperbolehkan sampai dalam batas saling mempermainkan. Lebih jauh Sayyidina Umar R.A. yang keras itu menyatakan :“Suami itu jika di rumah (pergaulannya dengan istri) seyogyanya bersikap seperti anak kecil, dan jika diperlukan orang lain baru menunjukkan kebolehannya sebagai lelaki dewasa”

Sikap cemburu itu dianjurkan oleh Islam, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits.“Sesungguhnya aku ini pencemburu, dan barang siapa yang tidak mempunyai rasa cemburu, maka orang itu senewen!” Tapi cemburu yang berlebih-lebihan adalah dilarang oleh agama, sebab berarti buruk sangka dan tidak percaya kepada suami atau istri.

0 komentar: